8. Rindu Kampung


Pagi itu, matahari serasa enggan menampakkan dirinya, ia berselimut awan putih nun di utara sana. Rencananya hari ini aku pulang kampung, menghadiri pernikahan kakakku, Mira. Aku tak ingin mengecewakan mereka, apapun mereka adalah keluarga yang selama bertahun-tahun bersama saling bercanda dan saling mencurahkan kasih sayang. Aku sangat rindu sekali, sudah lama aku tidak pernah pulang. Ada rasa kangen pada kampung halaman.
Semua persiapan pulang kampung telah aku tata sedemikian rupa, sehingga tak satupun yang terlupakan. Kulihat Jabir memasuki pekarangan rumahku, dengan seragam kekinya ia menghampiriku.
“Assalammualaiku.” Ucap Jabir sambil membuka sepatunya.
“Waalaikumsalam, kebetulan kamu kemari. Tolong titipkan surat ini sama Pak Agus, kemarin sudah saya hubungi beliau bahwa beberapa hari ini aku nggak masuk kantor. Kak Mira akan melangsungkan pernikahan. Tidak etis rasanya kalau aku tidak pulang. Nanti kalau aku tidak pulang, macam-macam lagi yang terjadi. Aku tak mau mengecewakan mereka.”
“Ok deh! Tolong juga titip ini sama Kak Mira,” sambil memberikan semacam kado kepadaku, “jangan lupa salam dari saya.”
“Iya.... tapi atas nama keluarga aku mengucapkan terima kasih. Oh ya! Kalau ada kabar dari Melati, kasih tahu saya. Aku sangat merindukannya. Hingga kini aku tak tahu bagaimana kabarnya. Bagaikan ditelan bumi, ia hilang begitu saja.”
“Tapi, kamu telah menjumpai abangnya di Lhokseumawe, apa mereka tidak mengatakan apa-apa.”
“Itunya yang aku tidak mengerti. Ia tahu kalau aku pasti mencarinya ke Lhokseumawe. Akan tetapi di ia ditidak disana.”
“Terus, saudaranya bilang apa?”
“Aku hanya jumpa sama kak Iparnya, Mirna. Ia mengatakan bahwa Melati sudah ke Medan sama abangnya satu lagi.”
“Sorry, Ardi. Aku turut sedih. Kamu sabar saja, semoga dibalik itu ada hikmahnya. Mengajak seseorang untuk merobah pola hidupnya tidak gampang. Disamping harus dengan diiringi dengan kasih sayang yang menjiwai, keseriusan kamu untuk menjadikan dia seorang yang istimewa dan bakal calon istri sangatlah mulia. Mungkin malaikat telah menulis itikat baikmu. Tapi takdir mengatakan lain.”
“Iya... ini memang sudah terlambat. Mamaku menentang keras hubungan kami, tapi beliau telah ridha hubungan kami. Andaikan dia tahu itu, tapi apa boleh buat terlambat sudah untuk meraihnya, sudah terlambat untuk mengatakannya bahwa orang tua sudah merestui hubungan kami. Kini aku mengharap dan menunggu. Entah sampai kapan.”    
Jabir prihatin, sementara mobil L300 rute barat – selatan telah tiba untuk menjemputku pulang kampung. Satu satunya hubungan darat Banda Aceh – Aceh Selatan cuma kenderaan Bus L300. Dulu sebelum konflik berkecamuk di bumi Aceh ini, untuk barat-selatan bahkan ke Medanpun bisa digunakan bus berbadan besar seperti, PMTOH, Kurnia, Primadona dan lain-lain. Namun kini hanya bus sejenis  L300 yang mampu menjangkau ke barat-selatan. Sedang ke Aceh Timur hingga kini menggunakan bus berbadan besar. Kalau dipikir, kalau dengan L300 ini sangat capek, bayangkan bagai barat-selatan itu harus melalui pergunungan, berkelok-kelok. Dekat laut lagi. Bisa dibayangkan laut dibawah kita dengan hamparan laut bebas, sedangkan kita ditebing gunung yang terjal.
Aku pamit sama Jabir sambil bersalaman, “Titip rumah ini sama kamu, tapi jangan kamu bawa cewek ya?”
“Percaya sama saya, Ar! Insya Allah itu takkan pernah terjadi dalam kehidupan kita. Selamat jalan semoga sampai ditempat tujuan dengan selamat.”
“Amin.......!” jawabku.
Hari sudah siang, saat L300 meninggalkan Kota Banda Aceh menuju Aceh Selatan. Di dalam bus tidak begitu ramai, ada beberapa bangku yang masih kosong. Karena kalau hari biasa, memang jarang sekali orang pulang kampung kecuali pelaku bisnis. Biasanya kalau mendekati meugang dan hari raya, biasanya dalam satu deretan bisa tiga orang, akan tetapi hari tertentu bisa empat orang. Bayangkan, tiga saja sudah sesak apalagi empat orang. Tapi ini bisa dimaklumi, karena kalau tidak demikian bisa-bisa ada yang tidak mendapat hari baik di kampung. Disitulah terlahir kebijaksaan dan toleransi yang bisa diterima oleh semua pihak. Kalau dipikir, sebuah rasa solidaritas terbangun diantara awak bus dan para penumpang. Tidak ada jalan lain, penumpang harus menerima karena yang mau pulang kampung membludak sedang daya angkutan sangat terbatas. Siapa yang mengajari mereka?
Sangat berbeda kalau dilihat dengan birokrasi yang terkadang mementing diri sendiri. Sikut sana sikut sini, persis gaya seekor katak. Coba perhatikan seekor katak yang sedang berada dalam air kalau ia berenang, kaki bawah menginjak tanah, kiri kanan ia sikut, keatas ia menyembah. Untuk mencapai tujuan biasanya para pejabat menggunakan gaya katak, dibawah di injak, kiri kanak ia embat, atasan ia sembah-sembah.
Ada juga istilah yang digunakan para pejabat yang ditujui biasanya pada bawahan, kalau yang pandai jangan menggurui, kalau yang tajam jangan melukai, yang cepat jangan mendahului. Agar jalan yang ditempuh mulus tidak ada saingan.
Udara semakin panas, keringat bercucuran. Sang sopir membawa lajunya bus bagaikan ia sendirian di dalam bus. Tak tahu, jantung para penumpang terasa copot. Hanya dengan berdoa, semoga selamat sampai ketujuan aku panjatkan kepada Allah. Kepasrahan dengan mengharap perlindungan Allah, aku bisa tenang dan tertidur.
Memasuki kawasan Lhok Nga, kubuka mataku. Aku melihat diluar sana, banyak pohon pinus yang berdiri dipesisir pantai Lampu’uk. Dimana salah satu objek wisata warga Kota Banda Aceh. Selama aku bertemu dengan Melati, pernah sekali aku bawa dia ke Lampu’uk. Bermain ombak yang sedikit ganas. Mencari kerang-kerang kecil untuk dijadikan cenderamata. Aku terharu sendiri mengingat masa itu. Masa yang penuh gejolak cinta.
Cerobong asap pabrik Semen Andalas Indonesia yang mengeluarkan gumpalan-gumpalan asap hitam, dengan latar gunung-gunung batu yang gundul. Batu-batu gunung itu sebagai bahan baku pembuatan semen kalau diperkirakan tidak akan habis  berpuluh-puluh tahun kedepan. Itulah salah satu rahmat Allah yang telah melimpahkan kekayaan alam di Aceh. Sebuah kekayaan yang menyebabkan gejolak di Aceh. Karena ada ketidak adilan antara pusat dan daerah. Semoga cepat diselesaikan. Karena damai itu indah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar