Pagi itu, matahari
serasa enggan menampakkan dirinya, ia berselimut awan putih nun di utara sana.
Rencananya hari ini aku pulang kampung, menghadiri pernikahan kakakku, Mira.
Aku tak ingin mengecewakan mereka, apapun mereka adalah keluarga yang selama
bertahun-tahun bersama saling bercanda dan saling mencurahkan kasih sayang. Aku
sangat rindu sekali, sudah lama aku tidak pernah pulang. Ada rasa kangen pada
kampung halaman.
Semua persiapan pulang
kampung telah aku tata sedemikian rupa, sehingga tak satupun yang terlupakan.
Kulihat Jabir memasuki pekarangan rumahku, dengan seragam kekinya ia
menghampiriku.
“Assalammualaiku.” Ucap
Jabir sambil membuka sepatunya.
“Waalaikumsalam,
kebetulan kamu kemari. Tolong titipkan surat ini sama Pak Agus, kemarin sudah
saya hubungi beliau bahwa beberapa hari ini aku nggak masuk kantor. Kak Mira
akan melangsungkan pernikahan. Tidak etis rasanya kalau aku tidak pulang. Nanti
kalau aku tidak pulang, macam-macam lagi yang terjadi. Aku tak mau mengecewakan
mereka.”
“Ok deh! Tolong juga
titip ini sama Kak Mira,” sambil memberikan semacam kado kepadaku, “jangan lupa
salam dari saya.”
“Iya.... tapi atas nama
keluarga aku mengucapkan terima kasih. Oh ya! Kalau ada kabar dari Melati,
kasih tahu saya. Aku sangat merindukannya. Hingga kini aku tak tahu bagaimana
kabarnya. Bagaikan ditelan bumi, ia hilang begitu saja.”
“Tapi, kamu telah
menjumpai abangnya di Lhokseumawe, apa mereka tidak mengatakan apa-apa.”
“Itunya yang aku tidak
mengerti. Ia tahu kalau aku pasti mencarinya ke Lhokseumawe. Akan tetapi di ia
ditidak disana.”
“Terus, saudaranya
bilang apa?”
“Aku hanya jumpa sama
kak Iparnya, Mirna. Ia mengatakan bahwa Melati sudah ke Medan sama abangnya
satu lagi.”
“Sorry, Ardi. Aku turut
sedih. Kamu sabar saja, semoga dibalik itu ada hikmahnya. Mengajak seseorang
untuk merobah pola hidupnya tidak gampang. Disamping harus dengan diiringi
dengan kasih sayang yang menjiwai, keseriusan kamu untuk menjadikan dia seorang
yang istimewa dan bakal calon istri sangatlah mulia. Mungkin malaikat telah
menulis itikat baikmu. Tapi takdir mengatakan lain.”
“Iya... ini memang sudah
terlambat. Mamaku menentang keras hubungan kami, tapi beliau telah ridha
hubungan kami. Andaikan dia tahu itu, tapi apa boleh buat terlambat sudah untuk
meraihnya, sudah terlambat untuk mengatakannya bahwa orang tua sudah merestui
hubungan kami. Kini aku mengharap dan menunggu. Entah sampai kapan.”
Jabir prihatin,
sementara mobil L300 rute barat – selatan telah tiba untuk menjemputku pulang
kampung. Satu satunya hubungan darat Banda Aceh – Aceh Selatan cuma kenderaan
Bus L300. Dulu sebelum konflik berkecamuk di bumi Aceh ini, untuk barat-selatan
bahkan ke Medanpun bisa digunakan bus berbadan besar seperti, PMTOH, Kurnia,
Primadona dan lain-lain. Namun kini hanya bus sejenis L300 yang mampu menjangkau ke barat-selatan.
Sedang ke Aceh Timur hingga kini menggunakan bus berbadan besar. Kalau dipikir,
kalau dengan L300 ini sangat capek, bayangkan bagai barat-selatan itu harus
melalui pergunungan, berkelok-kelok. Dekat laut lagi. Bisa dibayangkan laut
dibawah kita dengan hamparan laut bebas, sedangkan kita ditebing gunung yang
terjal.
Aku pamit sama Jabir
sambil bersalaman, “Titip rumah ini sama kamu, tapi jangan kamu bawa cewek ya?”
“Percaya sama saya, Ar!
Insya Allah itu takkan pernah terjadi dalam kehidupan kita. Selamat jalan
semoga sampai ditempat tujuan dengan selamat.”
“Amin.......!” jawabku.
Hari sudah siang, saat
L300 meninggalkan Kota Banda Aceh menuju Aceh Selatan. Di dalam bus tidak
begitu ramai, ada beberapa bangku yang masih kosong. Karena kalau hari biasa,
memang jarang sekali orang pulang kampung kecuali pelaku bisnis. Biasanya kalau
mendekati meugang dan hari raya, biasanya dalam satu deretan bisa tiga orang,
akan tetapi hari tertentu bisa empat orang. Bayangkan, tiga saja sudah sesak
apalagi empat orang. Tapi ini bisa dimaklumi, karena kalau tidak demikian
bisa-bisa ada yang tidak mendapat hari baik di kampung. Disitulah terlahir
kebijaksaan dan toleransi yang bisa diterima oleh semua pihak. Kalau dipikir,
sebuah rasa solidaritas terbangun diantara awak bus dan para penumpang. Tidak
ada jalan lain, penumpang harus menerima karena yang mau pulang kampung
membludak sedang daya angkutan sangat terbatas. Siapa yang mengajari mereka?
Sangat berbeda kalau dilihat
dengan birokrasi yang terkadang mementing diri sendiri. Sikut sana sikut sini,
persis gaya seekor katak. Coba perhatikan seekor katak yang sedang berada dalam
air kalau ia berenang, kaki bawah menginjak tanah, kiri kanan ia sikut, keatas
ia menyembah. Untuk mencapai tujuan biasanya para pejabat menggunakan gaya
katak, dibawah di injak, kiri kanak ia embat, atasan ia sembah-sembah.
Ada juga istilah yang
digunakan para pejabat yang ditujui biasanya pada bawahan, kalau yang pandai
jangan menggurui, kalau yang tajam jangan melukai, yang cepat jangan
mendahului. Agar jalan yang ditempuh mulus tidak ada saingan.
Udara semakin panas,
keringat bercucuran. Sang sopir membawa lajunya bus bagaikan ia sendirian di
dalam bus. Tak tahu, jantung para penumpang terasa copot. Hanya dengan berdoa,
semoga selamat sampai ketujuan aku panjatkan kepada Allah. Kepasrahan dengan
mengharap perlindungan Allah, aku bisa tenang dan tertidur.
Memasuki kawasan Lhok
Nga, kubuka mataku. Aku melihat diluar sana, banyak pohon pinus yang berdiri
dipesisir pantai Lampu’uk. Dimana salah satu objek wisata warga Kota Banda
Aceh. Selama aku bertemu dengan Melati, pernah sekali aku bawa dia ke Lampu’uk.
Bermain ombak yang sedikit ganas. Mencari kerang-kerang kecil untuk dijadikan
cenderamata. Aku terharu sendiri mengingat masa itu. Masa yang penuh gejolak
cinta.
Cerobong asap pabrik
Semen Andalas Indonesia yang mengeluarkan gumpalan-gumpalan asap hitam, dengan
latar gunung-gunung batu yang gundul. Batu-batu gunung itu sebagai bahan baku
pembuatan semen kalau diperkirakan tidak akan habis berpuluh-puluh tahun kedepan. Itulah salah
satu rahmat Allah yang telah melimpahkan kekayaan alam di Aceh. Sebuah kekayaan
yang menyebabkan gejolak di Aceh. Karena ada ketidak adilan antara pusat dan
daerah. Semoga cepat diselesaikan. Karena damai itu indah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar