Azan subuh aku
kumandangkan dengan syahdu, agar suara
ini memenuhi seantero mayapada. Sehingga terperangah makhluk Allah untuk
menunaikan ibadah pada sang Khalik. Ku alunkan asma Ilahi, sehingga gaung
bersahutan bersama batu-batu gunung yang ada disekeliling desaku. Desa yang
nyaman dan teduh.
Kupasrahkah diri
dihadapan-Nya, seraya berdoa agar selamat dunia dan akhirat. Kepada kedua orang
tua supaya diberi keampunan atas segala dosa mereka, karena mereka telah
mengasihiku sejak lahir. “Ya, Allah. Ampunilah dosaku dan dosa kedua orang
tuaku, dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihiku sejak kecil.”
Tuhan, seandainya Melati
adalah yang terbaik bagiku, aku mohon pertemukan aku dengannya. Tetapi apabila
Melati kelak akan menjadikan fitnah dalam hidupku baik di dunia maupun
diakhirat kelak, maka jauhkanlah dirinya dari kehidupanku. Karena engkaulah
Yang Maha Tahu.
Saat aku keluar dari
dalam mesjid, matahari masih dibalik gunung. Kurasakan udara yang nyaman dan
sejuk. Hembusan angin menerba wajahku, sehingga menembus kalbuku. Indahnya
hidup di desa.
Mamaku sudah menungguku
bersama kakak Mira dan seorang lagi gadis yang kujumpai di dalam bus, Fitri.
Fitri masih memakai mukena, rupanya mereka shalat shubuh berjamaah di masjid.
Di sebelah kanan, abang
iparku bersama keluarga lain saling ngobrol. Pagi hari ini sudah berkumpul
seluruh keluarga. Mungkin inilah kesempatan untuk saling shering informasi.
Sebentar lagi aku akan kembali ke Banda Aceh. Mama tersenyum.
“Ardi. duduklah. Ada
yang ingin mama utarakan.”
“Iya, ma. Masalah apa,
ya?” sambil duduk di dekat mama.
“Sebentar lagi kamu akan
balik ke Banda Aceh, rasanya mama ingin kamu berlama-lama disini. Tapi apa
boleh buat, pekerjaanmu sudah menunggu di sana. Tapi, perlu kamu ketahui, bahwa
kakakmu telah selesai melaksanakan walimah. Sekarang bagaimana dengan kamu?
Maaf, mama tidak bermaksud memaksakan kehendak mama, apa lagi kamu sudah besar,
sudah tahu mana yang baik dan mana yang jelek. Ibarat seekor burung, kalau
masih kecil urusan makanan selalu induknya yang mengatur, tapi kalau sudah
besar, burung tersebut akan mencari sendiri.”
Kutarik nafasku
dalam-dalam. Kulihat ayah mendekati. Lalu duduk disebelah kiriku. Sambil
membetulkan sorbannya dan meletakkan kopiahnya diambal.
“Apakah kamu masih
mengharap kawanmu itu, siapa namanya.” Ayahku menyela.
“Melati” jawab kak Mira
Aku diam, Fitri
tertunduk. Aku tak tahu ada apa dalam pikirannya. Aku merasa sedang diintrogasi
oleh penegak hukum. Pikiranku tumpu, tak tahu harus menjawab apa.
“Begini, Ma, Ayah dan Kak Mira.” Aku mencoba
bernegosiasi, “Kan sudah tahu, bahwa saya sudah ada calon. Insya Allah bila
tiba saatnya, akan saya kabari ke sini.”
“Tapi, bagaimana
mungkin, Ar. Dia saja tidak tahu kemana?” tanya Kak Mira.
“Maksudmu?” tanya ayah
pada kak Mira keheranan.
Semua mata tertuju sama
kak Mira. Aku hanya dia, dan pasrah apa yang akan diungkapkan kak Mira.
“Sejak mama melarang
Melati mengganggu Ardi, Melati pergi. Dia tidak pernah mengabari dimana dia
berada. Kalau ia ada perasaan sayang sama Ardi, tentu ia akan mengatakan dimana
ia sekarang?”
“Maaf, kak Mira. Saya
bukan membantah. Akan tetapi seandainya hal terjadi sama kak Mira yang
sama-sama perempuan, apa yang harus kakak lakukan?”
Kak Mira diam, dia
mungkin terkejut atas jawabanku. Atau dia atau bahwa aku tidak suka pada orang
yang memojakkan Melati.
“Begini,” ayah mencoba
menjadi penengah.”Ayah tidak melarang hubunganmu dengan Melati. Karena kamu dia
sudah menjadi manusia mulia. Karena kamu ia sudah insyaf dan telah kembali ke
jalan yang benar. Menarik seseorang untuk kembali melakukan kebijakan dan
menjauhkan dari yang mungkar, adalah perbuatan terpuji. Dengan menikahinya,
berarti imannya bertambah dan keyakinannya semakin kuat. Akan tetapi menurut
hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah : “Hendaklah Kalian menikah dengan para wanita yang masih perawan! Karena
perawan itu lebih segar mulutnya, rahimnya lebih berpotensi melahirkan banyak
anak, dan lebih mudah ridha dengan harta yang sedikit.”
Orang tua yang bijak, selalu menuntun anaknya
dengan kaedah-kaedah yang islami. Disindir oleh hadist tersebut aku menjadi
kian termengu dan membisu. Melati tak
perawan lagi????
Aku bagaikan buih dilaut
lepas, terombang-ambing dipermainkan gelombang. Tak tentu arah dan tujuan yang
meski kupegang. Jiwa semakin goncang, pendirianku semakin goyah. Melati memang
tidak suci lagi, jikalau aku mengharapkan kesucian untuk apa aku harus
memberikan harapan kepadanya. Untuk aku menarik dia dari lumpur-lumpur dosa
yang pada akhirnya terbentur sampai disini.
Melati, sang dara yang
luruh dalam kegelapan, telah menguak tabir kehidupan. Keinsyafan dan keimanan
yang sudah tertanam disanubarinya semoga kuat menghadapi cobaan hidup yang
terus bertahta dalam kehidupannya.
Malam mendekat aku akan
berangkat, menunaikan tugas negara, yang tepaut di negeri orang. Meninggalkan
orang yang tercinta, sanak saudara dan handai tolan. Doakan aku, karena doamu
adalah hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar